Makeup. What’s the deal with that? It’s just something to help us boost up our confidence. –ceunah
Saya cukup amazed dengan
perkembangan dunia makeup khususnya beberapa tahun terakhir. Makeup berkembang
dari sesuatu yang memang digunakan sehari – hari untuk “melengkapi” tampilan
hingga kini berubah menjadi sesuatu yang membentuk identitas kita dan sebagai
salah satu channel untuk mengekspresikan diri.
Trends come and go, dan selalu
berputar. Sejak dahulu, makeup terus saja menjadi unsur penting di dunia kita
khususnya para wanita (tidak menutup kemungkinan untuk pria loh ya). Dari red
lipstick Marilyn Monroe, cat eye ala Cleopatra, hingga grunge smokey eye
seperti Cara Delavigne, makeup terus saja berevolusi dan beradaptasi dengan
dunia yang ada. Jujur, saya sering tertawa kalau lihat ada yang dandan
tebeeeeuuuulll banget dan pipi atau hidungnya dicontour sampai kelihatan ada
garisnya, atau alis ombre yang sempet hits tahun lalu di IG padahal cuma jalan –
jalan ke mall atau ke mayestik (beda kasus kalau mau photoshoot / bridal makeup
ya).
Kenapa saya tertawa, bukan karena
saya jago dandan. Bukaaaannn sama sekali, lha wong bahkan saya sampai sekarang
aja pakai foundation masih suka cemong. Lagipula, ini kan cuma makeup yang
sampai rumah cuci muka juga akan hilang jadi gausah sampai baper gitu loh. Saya
tertawa, karena kalau misalnya saya tanya kenapa mukanya pakai di baking
segala, mereka bilangnya karena ini trend atau teknik makeup terbaru dan lalu
memandang saya dengan pandangan “ah basi lo gitu aja gatau”. Padahal, teknik makeup
seperti itu sebenernya sudah diaplikasikan puluhan tahun lalu, khususnya oleh
para drag queen yang memang SECARA SENGAJA lebay dandannya karena ingin merubah
bentuk wajah yang maskulin menjadi feminin. Btw saya lagi suka nontonin RuPaul
Drag Race nih, habisnya mereka kalau berkomentar ga diayak banget hahahaha.
Oiya balik lagi masalah makeup, ga
dapat dipungkiri bahwa kehadiran social media & media online memang
membantu secara pesat akan berkembangnya makeup dan membuat lahan subur untuk
beauty guru dadakan. Karena belajar otodidak dan hanya mengandalkan informasi
satu arah, seringkali outcomenya ialah makeup yang kembar semua. Eh yatapi gapapa
sih kalau sukanya kaya gitu hahahaha. Selain makeup kembar, salah satu hasil
liat beauty guru dadakan itu adalah impulse buying atau pembelanjaan yang
sebenernya kita ga butuhkan, tapi karena satu dan lain hal jadi kita beli. Contoh
yang nyata banget dan terjadi pada diri saya sendiri adalah bronzing powder. Ngapaaaaaiiinn
coba saya beli bronzing powder yang notabene bikin wajah agak kecoklatan
seperti habis terbakar sinar matahari padahal saya mati – matian mutihin kulit
menggunakan krim pemutih dan sabun cuci muka yang ada whitening agentnya. Selain
bronzing powder, saya juga punya banyak eyeshadow palette warna warni
mejikuhibiniu padahal saya cuma pakai eyeshadow cokelat karena menurut saya
kalau saya pakai warna biru atau ungu kaya abis kena tonjok. Serta banyak
sekali produk – produk lain yang kalau dipikir tidak masuk akal kita berbondong
– bondong beli padahal ujung – ujungnya ditaro aja dilaci (yes, dan saya guilty
akan semua masalah tersebut).
Salah satu trend yang (duh gusti)
saya bersalah banget karena ga inget diri sendiri adalah liquid lipstick
khususnya yang matte. Semuaaaaa brand akhir – akhir ini mengeluarkan liquid
lipstick. Padahal saya termasuk orang yang memiliki bibir tebal, bertekstur
& belah tengahnya (jd garis – garis gt loh saking tebelnya), dan kadang
(sering) pecah – pecah. TAPI saya pengen banget pakai lipstick warna warni dan
by the end of the day, lipsticknya udh ilang, belepotan, belang (di tengah
ilang tp samping – samping bibirnya masih tebel awarnanya dan lain lain) karena
saya termasuk tipe yang jarang checking my self out in the mirror throughout
the day dan saya suka lupa kalau saya pakai lipstick. Karena itulah saat saya
lihat trend liquid lipstick yang cenderung awet dibibir, saya langsung ngiler
sejadi – jadinya. Beberapa liquid matte lipstick saya coba seperti Borjuois, La
Splash, Colour Pop, Lime Crime, Stila, dan yang saya ingin bahas di post ini,
yaitu Polka.
Karena kondisi bibir saya yang
sebenernya ga bersahabat untuk pakai matte liquid lipstick, saya sebenernya tetep
aja jarang pakai lipstick dan ujung – ujungnya mereka jadi arisan bareng dengan
bronzing powder dan debu yang berkumpul diujung meja saya. Namun entah mengapa
beberapa bulan terakhir ini saya ternyata jadi sering pakai liquid lipstick,
terbukti dari foto – foto selfie sok asik yang suka saya ambil. Setelah saya pikir-pikir,
saya sebenernya baru pakai lipstick secara daily ialah setelah saya kenal
lipstick Polka. Jujur, lipstick ini pertamanya membuat saya ga sreg karena ada
sensasi “tacky” atau lengket di bibir. Untuk longevitynya juga sebenernya ga
seperti La Splash yang harus kerok – kerok bibir dulu baru hilang. Soal harga juga hmmm lumayan mahal kalau kita
mikirnya “ah tinggal tambah 30ribu bisa dapat merek bule” (karena Polka merek local
asli Indonesia).
Namun dibalik “kekurangan” itu,
saya baru sadar kalau si Polka ini ga settle into cracks dibibir saya, dan
ternyata “tacky”nya itu juga membantu bibir saya supaya ga kering dan pecah –
pecah. Selain itu, lengketnya itu juga membantu mengingatkan saya kalau heeyy
saya lg pakai lipstick loh, ngaca gih whether u need to reapply, atau cuma checking
ada cabe nyempil di gigi atau ngga. Untuk masalah harga, kindly refer to this post oleh teh ifa yang bahas tentang merek local yaa. Saya juga jadi sadar perbedaan antara lipstick local dengan yang import, sebenernya adalah range warnanya. Listick sebelumnya yang saya beli ialah lipstick dengan warna "berani" seperti merah karena mikir "ah harganya mahal, sekalian beli yang unik" padahal saya aja jarang pakai lipstick ya mana berani pakai warna aneh. Selain itu karena belinya online, saya selalu membandingkan dengan swatch yang dibikin oleh para bule diluar sana, sehingga pas lipsticknya datang kok ya aneh dikulit saya. Karena si Polka ini memang targeting orang Indonesia, jadi warna yang dipilih memang yang agak cocok dengan warna kulit kita. Sering sekali saya lihat yang jalan – jalan dengan bibir cokelat Kylie, namun sebenarnya warnanya malah jadi "washed out" atau malah dekil di kulit yang menggunakannya karena kulit kita berbeda dengan tone kulit bule.
Nah karena saya ada bakat
hoarder, jadi seringkali barang yang saya ga pakai tetap saya simpan karena
mikir “just in case”, “biar lucu koleksi lengkap”, “yaudah aja beli lipstick
daripada makan di Casa Zuki lebih mahal”, dan pikiran pendek lainnya. Pikiran itu
juga teraplikasikan di kosmetik saya seperti si Polka ini, yang kebetulan saya
lengkap warnanya (kurang 1 sih sebenernya yang tambourine) karena saya mikir “biar
lengkap aja”.
Warna favorit saya maracass dan
yang paling baru keluar yaitu mandolin. Kedua warna itu merupakan warna netral
yang emang cocok dipakai sehari – sehari sih, tapi khusus untuk mandolin warnanya
agak seperti Kylie lipstick dengan tone coklat ala lipstick tahun 90-an. Untuk warna get in the swing juga mulai pede saya gunakan untuk acara malam hari dikombinasikan dengan eyeliner hitam. Tapi untuk jiggle giggle, jujur hampir tidak pernah saya gunakan sih karena warnanya terang banget di bibir saya, mungkin akan saya coba untuk campur warna dengan yang lain ya. Nah sayangnya,
Polka belum mengeluarkan warna gelap agar saya bisa ikutan trend dark vampy
lips. Saya pernah coba dark vampy lips pakai lipstick biasa dari YSL & Avon, waktu awal dipakai sih keren banget tapi lama kelamaan jadinya
bibir saya malah kaya orang abis makan rujak cingur belepotan kemana – mana, mungkin karena lipstick yang moist banget cenderung "licin" di bibir.
Jadi sebenarnya post ini tentang
apa, saya juga bingung sih. Mungkin ga masuk kategori review tapi mungkin lebih
ke rambling saya tentang make up trends dan liquid lipstick yang akhirnyaaaaaaa
saya bisa gunakan hahahaha.
–Teh Ebi
bronzer!! :)))) itu juga gw nyaris beli. terus kemarin baru beli contouring powder pas udh nyampe di rumah "ngapain gw beli ginian sih kayak sempet ae" 😂 but disitulah seninya beli2 makeup..pas udah numpuk baru bingung
ReplyDelete