Inktober dan spontanitas yang konsisten.



Halo pembaca setia Teteh Ngeteh! gak kerasa udah tengah bulan Oktober aja ya.

Mestinya sih di postingan kali ini saya membahas tentang jajanan Bandung part.2 ya, apa daya bulan ini saya ga sempat wisata kuliner sama sekali hahaha. jadi bingung deh mau bahas jajanan apa.

Pernah merasa jenuh?
Jenuh yang amat sangat sampai akhirnya kita bingung mau berbuat apa sampai akhirnya gak ngapa-ngapain? Saya pernah, dan ternyata kejenuhan yang dibiarkan terlalu lama dapat membuat saya frustrasi.

Lho kok bisa?
Tentu bisa, sebenarnya hidup itu seperti komputer, sekali-kali perlu di defrag, empty trash, atau ganti desktop wallpaper, a.k.a butuh piknik!



Sejak lulus kuliah (notabene kuliah DKV), hidup saya selalu diwarnai kegiatan yang tidak jauh-jauh dari menggambar. Saya bekerja sehari-hari sebagai desainer grafis, pun ketika pulang ke kosan saya mengerjakan sidejob ilustrasi. Ketika saya resign, saya memutuskan serius menjadi ilustrator. Nyaris tiap minggu selalu ada deadline. Ketika jadi mahasiswa lagi pas tesis pun masih menerima kerjaan ilustrasi, bahkan ketika sudah jadi ibu-ibu, masih belom kapok juga!

Kenapa? ketika itu saya pikir this is my job, so I have to do these no matter what. 

Setiap saya menggambar, pasti itu dalam tujuan mengerjakan brief yang berdatangan di e-mail. Kegiatan ini terjadi nyaris setiap waktu selama bertahun-tahun. Belum lagi for the sake of instagram or website update, harus selalu update feeds dong kalau mau follower nambah. Jaman sekarang, new followers = potential clients.

Lalu, suatu hari ketika saya mau menggambar, rasanya saya gak tahan lagi. 
Tiba-tiba saya gak tau mau menggambar apa. 
Tumpukan kertas di meja saya biarkan sampai berdebu, palet dan kuas yang biasanya saya cuci, terbengkalai. Air cucian kuas pun gak saya buang sampai jadi air cucian debu (bukan butiran debu ya, nanti jadi lagu). Saya melihat arsip hasil ilustrasi saya selama bertahun-tahun di folder laptop, saya pun frustrasi.

Saya berpendapat makin kesini kualitas gambar saya menurun, dan yang membuat saya heran, untuk mengejar kualitas apa yang telah saya buat dahulu, kenapa sekarang effortnya lebih banyak ya?

Tangan pun gak mau kompromi, saya paksa2 ngegambar, duh pikiran saya selalu bilang, udah...jelek gitu ngapain dilanjutin. Wah kacau, padahal deadline padat merayap dan sebagai ibu-ibu ngerti kan ya tiap ada waktu luang harus dimanfaatkan sebaik-baiknya, kalau nggak ntar anak keburu nangis :p

Padahal, saya selalu berusaha melawan stereotype seniman pasti bekerja mengikuti mood, dan tidak pernah memberi ruang pada hal itu untuk menghalangi saya bekerja, tapi saat itu mood saya hilang sampai betul-betul gak tau mau ngapain.

Sampai suatu saat, saya putuskan untuk break dari segala kerjaan dan mengikuti sebuah workshop buku cerita anak di Jakarta. Saya boyong suami dan anak, saya bersikeras untuk ikut workshop, karena ada sesi portfolio review, dan saya membutuhkan itu.

Sesi portfolio review dipandu oleh Jose Antonio Tassies, seorang ilustrator senior dari Spanyol, saya pun bercerita tentang saya yang tiba-tiba merasa lelah (hayati lelah menggambar bang, hahaha) dan kira-kira apa yang mesti saya lakukan supaya tidak jenuh?

Tahu apa yang dikatakan oleh Mr.Tassies?

Ternyata ketika beliau seumur saya, dia pun merasa jenuh! 
Kenapa coba? karena sehari-hari kami menggambar dalam rangka menyelesaikan brief orang lain.
Karena tidak dari hati, makanya menjadi jenuh.

Lalu beliau bertanya lagi pada saya, 
"Do you sketch a lot? or spontaneous draw?"

Jrenggg...maksudnya gimana? baru sadar saya, akhir-akhir ini saya gak pernah menggambar selain untuk kerjaan. Bahkan corat-coret di notebook pun gak pernah! Padahal dulu saya selalu koleksi notebook dan selalu penuh sama coretan.

"You should try it. It loosen you up, just let it flow. But you should do it everyday, consistently." 

bahkan Mr.Tassies pun tidak menganjurkan untuk menyengajakan menggambar di sketchbook khusus, di kertas bekas pun jadi, just draw, anywhere, anytime.

Just Let It Flow. But Consistently.

Ternyata untuk let it flow ga segampang itu, rasanya saya pengen lari muter-muter sambil nyanyi Let It Go-nya Demi Lovato.

Lalu datanglah Inktober di bulan Oktober ini. Inktober adalah suatu event yang dicetuskan oleh Jake Parker, ketika ilustrator-ilustrator dari seluruh dunia membuat karya menggunakan ink atau tinta. Tiap ilustrator bebas membuat karya dengan tema apapun atau mengikuti prompt harian sederhana yang ditentukan Jake. Saya pikir, sepertinya ini saat yang tepat untuk mulai mengumpulkan mood yang berhamburan.

Saya pun berusaha lebih spontan (see?sometimes I'm just too hard to myself, even I'm trying hard to be spontaneous LMAO), dan gak mau mikir terlalu lama untuk membuat karya. Hal yang sehari-hari saya lihat menjadi tema Inktober saya.

Apa coba? anak saya.

Anak saya telah jadi dunia saya, dan saya baru sadar ternyata saya jenuh menggambar pun karena melupakan apa yang sehari-hari saya lihat. 

Saya cenderung memisahkan apa yang saya gambar dan kegiatan anak saya. Saya juga melupakan unsur bermain dalam bekerja, dan kurang bereksperimen dengan media baru.

Setelah dua minggu konsisten ber-Inktober ria (meskipun kadang terlewat satu-dua hari ketika anak sakit, tetapi langsung ditebus di hari ketiga) ajaibnya semangat saya muncul kembali. Tiap hari saya selalu berpikir "Gambar apa lagi nih ya.." bahkan gak berhenti menggambar tiap halamannya. Tangan saya seperti warming up kembali. Sama seperti halnya menjaga kondisi tubuh dengan olahraga yang ringan dan konsisten, sepertinya skill juga butuh diperlakukan seperti itu (senggol Teh Ita dan kegiatan yoganya).

A photo posted by Diani Apsari (@dianiapsari) on
(salah satu kegiatan anak saya yang saya rekam dalam Inktober)


Saya mulai excited menerima brief baru, bereksperimen dengan media digital (digital brushes is such a life safer thank God), bahkan lebih bersemangat untuk hal-hal lain. Inktober hanya butuh kertas, dan drawing pen, or even the modest ballpoint pen, udah gitu aja. 
Ga perlu pena-pena lettering hits, karena saya gak bisa lettering (nilai pas2an ketika tugas lettering, pun tipografi saya jelek), pokoknya menggambar!

Dengan kegiatan Inktober, mau tidak mau saya harus konsisten spontan, dan anehnya tidak terlalu perduli atas feedback follower dsb karena kliennya ya, saya sendiri. Saya tidak merasa perlu untuk membuat apa yang orang suka, karena toh ini untuk saya. Kalaupun orang suka, saya anggap bonus yang melegakan.

Yang jelas, setelah "piknik" dulu, saya mulai merasa bahagia kembali dengan apa yang saya lakukan.


Kalau kalian bagaimana? Gimana cara kalian mengatasi kejenuhan? Jangan lupa komen di bawah yaa.


(NB : Kalau mau liat2 Inktober saya, jangan lupa main ke IG saya, @dianiapsari atau hashtag #dianiapsariinktober ;))

- Teh Ani-

2 comments:

  1. Stojoooh! Mau judulnya 'passion' ataupun 'hobi' kalo udah jadi kerjaan (rutin + wajib) pasti bakal B-O-S-E-N :))

    ReplyDelete